corat coret
penaku menggurat
menorehkan hitamnya di secarik kertas
membentuk makna dengan simbol-simbol kecil
mengukir cerita dari lorong imajinasi
pikiran pun melayang
hanyut dalam alur simbol tak berujung
mengalir mengusik masa lalu
lalu tenggelam dalam palung tanda tanya kehidupan
begitu dalam aku terjatuh
hanyut tergulung ombak
yang membawaku ke suatu tempat bernama surga
corat coret
penaku menggurat
menorehkan hitamnya yang hampir pudar di secarik kertas usang
membentuk makna dengan barisan simbol kecil
mengorek masa lalu dari lorong imajinasi
jari ku terasa lelah
mata ku terasa berat
aku pun mulai mendengkur
di atas lembaran kertas usang
berisi simbol-simbol memori
yang diakhiri dengan
tanda
titik
.
Sunday, January 27, 2008
Friday, January 25, 2008
Fantasi
Aku duduk di depan layar komputer sambil melihat ke luar jendela. Jari-jariku seakan membeku di tengah lamunan. Bengong. Bengong. Bengong. Ketika pikiran mulai kosong, fantasi pelan-pelan menjalar menyusup ke terowongan imajinasi yang tak berujung. Fantasi terbang perlahan dan masuk ke sebuah lorong yang penuh coretan warna-warni. Ia mengendap-endap masuk melewati warna-warni yang menyala, terbang di antara lapisan kabut tipis.
Fantasi sampai di sebuah lorong kosong yang gelap, lalu cepat-cepat menorehkan warnanya di dinding lorong itu. Warna merah menyala keluar dari mulutnya, menorehkan terang dalam lorong yang gelap. Merah. Merah mengingatkanku kepadanya lagi, lagi, dan lagi. Merah warna cintaku padanya, warna hasrat yang dulu membara membakar air. Dulu. Dulu membara. Fantasi sibuk menoreh lorong itu dengan warna-warna yang membutakan mata, lalu ia berangsur pergi, menjalar keluar dari terowongan imajinasi.
Aku tersadar dari lamunan panjang. Langit memerah tanda matahari terbenam, meninggalkan kota ini sementara untuk mengunjungi belahan bumi lainnya. Matahari selalu setia untuk kembali menyinari kota ini di pagi hari, lagi, lagi, dan lagi. Ia pun begitu, selalu setia menyinari hatiku kala redup walaupun aku sudah meninggalkannya. Tetapi ia tetap setia bersinar tanpa tanya. Jariku mulai mengetik : M a t a h a r i h a t i .
Ya, dia adalah matahari hatiku. Kau adalah matahari hatiku.
Fantasi sampai di sebuah lorong kosong yang gelap, lalu cepat-cepat menorehkan warnanya di dinding lorong itu. Warna merah menyala keluar dari mulutnya, menorehkan terang dalam lorong yang gelap. Merah. Merah mengingatkanku kepadanya lagi, lagi, dan lagi. Merah warna cintaku padanya, warna hasrat yang dulu membara membakar air. Dulu. Dulu membara. Fantasi sibuk menoreh lorong itu dengan warna-warna yang membutakan mata, lalu ia berangsur pergi, menjalar keluar dari terowongan imajinasi.
Aku tersadar dari lamunan panjang. Langit memerah tanda matahari terbenam, meninggalkan kota ini sementara untuk mengunjungi belahan bumi lainnya. Matahari selalu setia untuk kembali menyinari kota ini di pagi hari, lagi, lagi, dan lagi. Ia pun begitu, selalu setia menyinari hatiku kala redup walaupun aku sudah meninggalkannya. Tetapi ia tetap setia bersinar tanpa tanya. Jariku mulai mengetik : M a t a h a r i h a t i .
Ya, dia adalah matahari hatiku. Kau adalah matahari hatiku.
Tuesday, January 22, 2008
detik
tik tok tik tok
detik berdetak
jantung berdegup
mulut mendengkur
menanti mimpi mengetuk
tik tok tik tok
detik berdetak
mimpi mengetuk
relung jiwa bergetar
di ujung mulut imajinasi
tik tok tik tok
detik berdetak
gelas berdenting
pintu diketuk
mimpi meredup
tik tok tik tok
detik berdetak
mulut teriak
kaki berpijak
realita menampar
tik tok tik tok
detik berdetak
ayam berkokok
ia hilang
ditelan mimpi
dan detakan detik
yang terus berjalan
tanpa melihat ke belakang
detik berdetak
jantung berdegup
mulut mendengkur
menanti mimpi mengetuk
tik tok tik tok
detik berdetak
mimpi mengetuk
relung jiwa bergetar
di ujung mulut imajinasi
tik tok tik tok
detik berdetak
gelas berdenting
pintu diketuk
mimpi meredup
tik tok tik tok
detik berdetak
mulut teriak
kaki berpijak
realita menampar
tik tok tik tok
detik berdetak
ayam berkokok
ia hilang
ditelan mimpi
dan detakan detik
yang terus berjalan
tanpa melihat ke belakang
merah putih
kulihat merah putih berkibar di antara perkampungan kumuh di pinggir jalan tol
merah putih berkibar tinggi
merah putih bersemi
di antara polusi kota
di antara badai hujan
kulihat merah putih berkibar di antara perkampungan kumuh di pinggir jalan tol
merah putih pudar terkena polusi kota
merah putih pudar terguyur badai hujan
merah putih sayang
merah putih malang
merah putih tetaplah berkibar
walaupun pudar
merah putih berkibar tinggi
merah putih bersemi
di antara polusi kota
di antara badai hujan
kulihat merah putih berkibar di antara perkampungan kumuh di pinggir jalan tol
merah putih pudar terkena polusi kota
merah putih pudar terguyur badai hujan
merah putih sayang
merah putih malang
merah putih tetaplah berkibar
walaupun pudar
let the game begin...
This blog is a blank canvas, in which I will draw my thoughts and emotions of the world around me -- the good and bad, the weak and strong, the rich and poor, the black and white of faith, and anything in between us sinful living organisms.
Subscribe to:
Posts (Atom)